Taufik
Ismail Akui Mutu Karya Rusia
Di kegiatan Sastrawan
Bicara Siswa Bertanya, Taufik Ismail hadir bernarasi, dan mengakui jika karya Rusia, negara sosialis itu, hebat-hebat.
ILHAM WASI
Makassar
Enam siswa menari di atas panggung. Mereka menarikan tari
empat etnis (Bugis, Makassar, Toraja, Mandar), tarian yang menyambut para
Taufik Ismail yang datang bersama Iman Soleh, Jamal D Rahman, Joni Ariandinata,
Ari Kpin dan Sastri Sunarti. Mereka hadir pada kegiatan Sastrawan Bicara Siswa
Bertanya (SBSB), di Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Makassar, Sabtu 11 Oktober.
Taufik Ismail terbata. Ia sempat lupa kegiatan yang
dirintisnya SBSB ini. “Siswa bertanya, Sastrawan..,” jedah sesaat mencoba menuturkannya
kembali. ‘Sastrawan Bicara Siswa Bertanya,” suaranya penuh semangat.
Lelaki berusia 79 tahun ini, lalu berbagi pengalaman soal
SBSB. Menurutnya, SBSB ini menanamkan kecintaan untuk membaca buku, melatih
siswa-siswi untuk pandai mengarang. “mesti bukan untuk menjadi seorang
sastrawan, tetapi mencintai membaca. Membaca buku apa pun isinya. Sebab, ia
bisa menjadi jembatan pemikiran,” ujar Penyair Indonesia.
Makanya, di sekolah memunyai kewajiban bagi siswa untuk membaca
buku sastra. “Membaca dan menulis itu, ibarat adik-kandung. Membaca lalu
menuliskannya. Walaupun bukan untuk menjadi Sastrawan, semuanya untuk
mengeluarkan Ide, baik dalam bentuk laporan, makalah, dan Sastra pilihan lain,”
kata Taufik, kelahiran Bukittinggi ini memberi motivasi pada ratusan Siswa dan
Guru yang hadir.
Taufik berkisah. Lima tahun silam ia mengikuti acara sastra
di Moskow, Rusia. Di rusia, karya sastra begitu maju sebab sastra diajarkan
serius. “Hebat-hebat karya Rusia,” cerita Taufik pada peserta SBSB dengan
Takjub dengan karya tersebut.
Ada keinginan yang kuat untuk mengobati rasa penasaran itu
pada Rusia. Taufik memilih bertanya pada seorang yang juga warga Rusia. “Bagaimana
Tata Bahasa di ajarkan di Rusia?,” ujranya. Saat mendengar jawaban, orang
tersebut menjawab. “Hanya di SD dan SMP yang diajarkan, dan SMA tidak lagi,”tuturnya
dengan suara parau.
“Tata bahasa tidak lagi di ajarkan
di SMA, yang diajarkan membaca buku, menulis karangan,” nada suara Taufik
meninggi penuh gairah jika bercerita soal sastra.
Taufik Ismail
menunjukkan sebuah buku yang tebalnya 1.400 halaman. Karya tersebut dikarang
oleh Leo Tolstoy “Perang dan Damai (War
and Peace)”, seorang pengarang Rusia yang dikenal. “Anak SMA di Rusia wajib
membaca ini. Bayangkan tingkat siswa telah menyelesaikan bacaan setebal ini,
dan mengupas karya tersebut dalam sebuah makalah,” ujarnya.
Perang dan
Damai karya Toltoy memang dikenal sebagai karya yang menceritakan manusia
Rusia. Ketika manusia berperang ada keingina untuk rasa damai. “Melukiskan
masyarakat petani, kota, raja, dan tentunya bicara soal manusia Rusia, serta
perang dan damai,” kata Taufik.
Karya sastra Rusia memang dikenal karya besarnya. Karya lain
menurut Taufik yang diajarkan wajib dibaca di Rusia, Mikhail Sholokhov pemenang
nobel sastra dengan novelnya, “Dan Tenang
Arus Don”. “Tebalnya 800 halaman dengan 4 jilid, 3200 halaman, dan itu
juga dibaca,” ujarnya.
Karya sastra pun juga wajib di baca di Sekolah. “Membaca,
membaca, dan itu dipraktekkan di Rusia selama seratus tahun lamanya,”
ungkapnya.
Mesti begitu, karya Sastra Indonesia juga wajid dibaca oleh
Siswa. Kata Taufik, banyak karya pengarang besar seperti, Marah Rusli, Abd
Muis, Merari Siregar, Sutan Takdir Alisyabana, Nur Sutan Iskandar, Raden Ajeng Kartini, Armin Pane,
Chairil Anwar, Achdiat K Mihardja, Hamka, Idrus, Budi Darma, WS Rendra, Sapardi Djoko
Damono, dan semua pengarang karya sastra yang wajib di baca,” imbuhnya.
Kata Taufik, seorang siswa diberi tugas mengarang. Judul yang
sering diangkat “berlibur ke rumah nenek”. Datang seorang siswa dengan polosnya,
bertanya pada gurunya. “Saya tidak menulis, nenek di dekat samping kamar saya.
Apa bisa saya menulis berlibur ke kamar nenek,” ujarnya, tawa pun lepas
diantara peserta.
Pemikiran ini mesti diubah, mengarang di ubah pola pikir
tersebut. “Dengan membaca, dan membaca, serta mengarang,” imbuh Almuni Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Indonesia ini.
Taufik ditemani seorang aktor dan sutradara yaitu Iman Soleh.
Seniman asal Bandung yang dikenal penggagas komunitas seni CCL (Center of
Cultural Ledeng), Iman Soleh melakukan
pertunjukan monolog selama dua puluh menit.
Para siswa memberi apresiasi. Sesekali mereka takjub dengan kepiawaian
keaktoran Iman Soleh. Pertunjukan monolog berjudul Jante Arkidam, diambil dari
puisi Ajib Rosidi. Duduk di sebuah kursi, tiga peran yang dimainkan secara
bergantian. Kadang melotot, intonasi suaranya di mainkan. menggunakan kakinya
untuk menciptakan musik seperti berjalan. Teaterawan yang lahir di Bandung,
Jawa Barat, 5 Maret 1966 ini memberi pertunjukan menarik.
Kegiatan sastra dihadiri siswa se-kota Makassar, juga guru
Bahasa Indonesia tiap sekolah Turut hadir Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar,
Mahmud BM, dan juga dari Direktorat
Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (*)
Komentar
Posting Komentar