Langsung ke konten utama

Jejak Syekh Abdul Mannan di Salabose, Majene


Alquran Tua










Masjid Syech Abdul Mannan (Masjid Tua)
Muhammad Gaus, Pemuka Agama Salabose








Wariskan Alquran Berusia 400 Tahun

Bila di Polman tokoh syiar Islam oleh KH Muhammad Tahir Imam Lapoe, dan di Majene syiar Islam oleh Syekh Abdul Mannan. Syekh Abdul Mannan mewariskan Alquran berusia ratusan tahun. Alquran dijaga oleh pemuka agama di Salabose. 


ILHAM WASI
Majene

Menuju Salabose. Di Salabose dikenal dengan tradisi maulid Nabi Muhammad saw. Jika perayaan maulid tiba berbondong-bondonglah masyarakat merayakannya, sebagai budaya religius. Perayaan ini juga kerap mengundang wisatawan berkunjung. 

Salabose juga menyimpan warisan AlquranAlquran berusia ratusan tahun. Warisan yang menandai jejak tokoh syiar Islam atau masa masuknya Islam di tanah Mandar pada abad ke-16. Tokohnya, Syekh Abdul Mannan.

Salabose secara administratif berada di Kelurahan Pangali-ali, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulbar. Menjangkau daerah ini, tak begitu sulit sebab berada sekira 1 kilometer dari Kota Majene, dan masyarakat Majene cukup familiar dengan lokasi ini. Hanya saja, jalan yang sedikit menanjak, sebab berada di bukit. Bila berkunjung, petunjuknya ikuti Jalan Syekh Abdul Mannan.

Saya tiba di Salabose, Sabtu, (8/08/2015). Sinar matahari cukup terik, tetapi tak menyengat kulit, sore itu. Salat ashar belumlah tiba, Masjid masih sepi. Di sinilah masjid tertua di Majene. Dinamai masjid kuno "Syekh Abdul Mannan Salabose" oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Majene, seperti tertera di papan nama masjid.

Hijau warna masjidnya. Bentuk atap piramida bersusun tiga. Di ujung atap ada tiga toa sebagai pengeras suara. Di bagian depan tempat imam masjid, atap berbentuk kubah. Kubah dari beton, konon ada campuran telur pada bahan kubah itu. Masjid ini juga tak dilengkapi menara. Ada tiang berdiri, akan tetapi bekas tiri, tempat menancapkan telur pada perayaan Maulid. Luas masjid itu 12x12 meter.

Masyarakat di sini cukup tahu bila ada tamu yang datang. Usai salat ashar. Saya duduk saf belakang, seorang menyapa. Dia mengenalkan dirinya, Muhammad Gaus. Gaus ini juga seorang pemuka agama di Salabose. Dia mantan Imam Masjid Syekh Abdul Mannan Salabose di tahun 1995-1999. "Saya dahulu imam di sini, tetapi berhenti sebab telah diangkat jadi PNS," ujar guru agama SMA 2 Majene ini. Posisi imam masjid digantikan, Muhammad Akil yang juga masih satu keluarga dengannya.

Di rumah Gaus, Alquran di tempatkan. Dia pun mengajak ke rumahnya, agar melihat bentuk alquran lebih dekat. Jarak antara masjid dan rumahnya sekira 7 meter, dipisahkan oleh jalan. "Alquran ini memang khusus di simpan sini, oleh pemuka agama. Alquran diwariskan secara turun-temurun oleh orang tua saya, yang juga imam masjid dahulu," ujarnya. 

Jedah. Gaus masuk mengambil alquran yang dia sebut. Lelaki berusia 46 tahun ini, datang dengan membawa baki. Di atas nampan itu, ada kotak cokelat tua. Gaus membuka tutup kotak itu. Berdoa sebentar, lalu mengeluarkan Alquran. "Alquran ini ditulis oleh Syekh Abdul Mannan," ujarnya.

Syekh Abdul Mannan menyebarkan Islam di abad ke-16 pada tahun 1608. Syekh Abdul Mannan, ada di Mandar pada masa kerajaan Bangae, Raja ke-3. Kedatanganya dibawah oleh Daeta di Masigi dari Gresik. 

"Banyak bilang seperti itu, bahkan ada bilang dari Surabaya, Aceh, Banten, bahkan ada juga bilang dia ini keturunan Arab," ujarnya. Namun, Gaus lebih menyakini asalnya dari Banten. "Saya sering wawancara yang datang berziarah di makam Syekh Abdul Mannan. Katanya, dia mengakui jika Syekh Abdul Mannan ini dari Banten," tuturnya. 


Terlepas dari asalnya, Gaus masih menyimpan keraguan. Gaus hanya bisa memastikan masa masuknya Islam di Mandar. Kala raja telah memeluk Islam, tanda pertamanya membangun masjid. "Masjid Syekh Abdul Mannan penandanya, begitupun dengan Alquran ini juga sebagai tandanya, jadi bisa diyakini Islam masuk 1608," katanya.

Alquran ini bila dihitung usianya lebih dari 400 tahun. Gaus pastikan sebab berdasar dari masuknya Islam. Tebal Alquran ini ada 400 halaman, ukuranya 10x15 centimeter. Kertasnya lusuh, pada pinggir ada sobekan. Sampulnya utuh, berwarna cokelat tua, dibuat dari kulit hewan. 

Dia menyilakan untuk memperhatikan Alquran itu. Sambil saya buka, Gaus menerangkan, tak ada bedanya dengan Alquran biasanya, hanya karena ditulis tangan. Tulis tangan cukup rapi. Karena, ditulis tangan, sisi kiri pinggir kertas ada tulisan berwarna merah. "Warna merah ini menandai untuk pembentulan tulisan atau bacaannya," ujarnya.

Alquran ini bisa dibuka kala perayaan maulid dan bulan ramadan. "Jika maulid baru dibuka, sedangkan ramadan dibaca pada awal ramadan oleh imam Masjid. Alquran ini harus dijaga kelestariannya, makanya waktu tertentu saja diperlihatkan," tuturnya. 

Gaus lalu memasukkanya kembali ke dalam kotak. Kotaknya, kata Gaus dari kayu ulin. Kayu ulin ini sebagai perawatan agar awet tak dimakan rayap. Kotak akan ditutup rapat dan diberi obat anti rayap. "Alquran ini akan tetap dijaga," kata Gaus. Warisan oleh pemuka agama di Salabose diwariskan serta dijaga sebab, tak terhingga harganya. Alquran ini akan diwariskan secara turun-temurun oleh imam masjid atau pemuka agama. Jika imam masjid berikutnya, Alquran ini akan disimpan bersamanya.

Bukan hanya Alquran, masjid, tetapi makam Syekh Abdul Mannan, letaknya 300 meter dari masjid ada di Salabose. Benda lain, ada keris, dan bendera imacan (bergambar macan), usianya juga ratusan tahun. Benda itu ada pada masa Syekh Abdul Mannan tetap dijaga hingga sekarang. (*)

Baca Harian FAJAR, Minggu 9 AGUSTUS 2015

.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen