Langsung ke konten utama

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (selesai)


Menara Masjid Lapeo

Menara Sempat Miring, Tegak Setelah Gempa 


Mendengar kisah-kisah dari Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir membuat kita betah dan ingin tahu lebih dalam. Masjid berada di DesaLapeo menjadi saksinya


ILHAM WASI
Campalagian
megah
Masjid Lapeo dibangun mulanya bernama Langgar Lapeo tahun 1902-1906, diganti nama masjid Jami' Attaubah hingga 1962, dan terakhir Masjid Nurut Taubah, nama melekat hingga saat ini.

Luas masjid berlantai tiga ini panjangnya sekira 25 meter dan lebar 40 meter. Berdiri satu menara warna keemasan. Tak disangka menara tingginya 30 meter itu menyimpan cerita. 

Saya kembali masuk ke dalam masjid menemui pengurus masjid, Sumardin Kamal. Dia juga khatib di masjid ini. Lelaki berusia 72 bilang kepada saya. Dulu ada dua menara berdiri, akan tetapi sejak tetapi gempa melanda Mandar menara berukuran 15 meter roboh pada tahun 1969-an. "Begitupun dengan masjid ini ikut hancur, hanya menaranya bertahan akan tetapi berdiri miring," ungkapnya.

Berbondong-bondonglah masyarakat membenahi puing dari rerutuhan masjid dan kembali membangun masjid. "Menara dibiarkan miring belum sepenuhnya diperbaiki," ungkap pengurus Masjid lainnya, H Abdullah Adam menambahkan.

Menara miring sekira 30 derajat membuat banyak menjadi khawatir, takut tertimpa. "Mobil itu yang lewat pasti melaju dengan cepat, sebab takut tertimpa di kira bakal roboh," ungkap Adam.
Hidup dari Kotak Amal

Kala terjadi gempa susulan satu bulan berikutnya, terjadi dini hari. "Tiba-tiba saja imam masjid saat itu, KH Abd Hafid Ali imam membangunkan warga. Dia berkata kepada kami menara tegak kembali, jelasnya warga kaget saat itu," tutur Adam. Saya hanya takjub mendengar cerita soal menara Masjid Lapeo ini.

Saya menanyakan soal bahan dari menara itu, kata Adam menaranya terbuat kayu, tapi pengikat pada dasar bangunan agar berdiri kokoh ada bahan gula merah dan putih telur dipakai untuk perekatnya. Soal jumlah berapa banyak digunakan gula dan telur, Adam tak bisa mengira jumlahnya.

Tak hanya masjid Lapeo ini menyimpan peristiwa. Akan tetapi, perjalanan imam Lapeo, KH Muhammad Thahir masih banyak bisa digali. 

Saya kembali mengali peristiwa KH Muhammad Thahir, dari KH Syarifuddin Muhsin. Dia mengatakan Tak hanya tanah Mandar menjadi pusat penyebaran Islam. Akan tetapi, Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir menyebarkan Islam hingga daerah lainnya, sebut saja Mamuju, Sidrap, Luwu, Enrekang, Bone, Soppeng, dan daerah lainnya.

"Dia banyak memprakarsai berdiri masjid dari Mamuju ada sekira 17 buah, apalagi Polmas, Sidrap, Luwu, Enrekang, Bone, Soppeng serta daerah lainnya, soal jumlah belum ada mencatatnya." KH Syarifuddin melanjutkan kisahnya.

KH Muhammad Thahir, juga dipanggil Qadhi Tappalang sebab menjabat Imam Lapeo. Semasa kecil bernama Junaihin Namli. 

Semasa kecil KH Muhammad Thahir, kata Syarifuddin. Adiknya KH Muhammad Thahir, Hj Sitti Rahma wafat tahun 1976. Dia dimakamkan di sebelah selatan Makam Imam Lapeo. Dia pernah berbincang padanya. 

Ketika umur 5-6 tahun Junaihin di bawa di kelaut di perairan Teluk Mandar untuk memancing oleh Bapaknya. Bapaknya, tiba-tiba kaget mendengar suara benda jatuh ke laut. Junaihin terjatuh kelaut. 

"Kemudian Bapaknya memanggil Junaihin..Junaihin..Junaihin.. sebanyak tiga kali. Dia tidak mendengar suaranya anaknya. Dia merasa kecewa sebab anak sulungnya, anak masa depan telah tenggelam di laut." Syarifuddin meneruskan tuturannya.

Bapaknya terusnya memanggil memanggilnya, tak ada jawaban. "Tiba saja, Junaihin serak memanggil Bapaknya. "Pua dinida'e" artinya Ayah di sinilah saya. Dia melihatnya anaknya berdiri di laut, kemudian ditariknya ke perahu, dan mengajaknya pulang," ungkap Syarifuddin.

KH Muhammad Thahir memang sejak kecil diberikan kelebihan dari Allah. "Dia juga gemar belajar berguru ke banyak tempat sejak kecil," tuturnya.

Bahkan diusianya 17 tahun. Dia menunaikan Ibadah Haji kali pertama tahun 1856. Dia mendapat bantuan dari  Arung. Dia pun bersama Arung dan keluarganya menunaikan ibadah haji. 

"Kondisi di sana terjadi konflik Jazirah Arab, terjadi perebutan kekuasan dari Amir keturunan Sayyid kepada Rezim Su'udi. Di Jeddah, rombongannya dari Sulawesi tidak diperkenankan meneruskan perjalanan. Waktu sudah habis berbulan-bulan, biaya pun dipakai sangat tinggi bahkan ada tertimpa kematian. Mereka pun di larang manasik. Tak ada bisa melakukan protes, karena tidak bisa berbahasa Arab," katanya.

Dia tampil melakukan menghadap laskar Arab. Dia meminta meneruskan perjalan Haji menyampaikan kegelisahan mereka. "Kalau dilarang, dampaknya pasti tidak ada lagi yang mau datang. Lantas ucapan itu semuanya bisa meneruskan perjalanan. Banyak bertanya siapa nama anak muda itu, dan menanyakan siapa nama serta asal-usulnya. Dia dari Pambusuang dari tanah Mandar," ungkapnya.

Dia dapat pandai berbahasa Melayu, Bugis, dan Arab. "Di masa itu sangat jarang bisa mengusai bahasa seperti itu dan Dia bisa berhubungan dengan pelbagai etnis, agama, budaya," kata Syarifuddin.

Kisah tokoh syiar Islam yang lahir tahun 1839 dan wafat hari Selasa, 11 Juni 1952 atau 24 Ramadan 1371 H, tepat diusianya ke-113 tahun. Dia terus dikenang oleh masyarakat. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen