Langsung ke konten utama

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)






Makam Imam Lapeo, di Mandar 



 Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir
Tak Pernah Putus dari Peziarah

Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar.

ILHAM WASI
Campalagian


Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi.

Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya.

Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pengurus masjid mengabadikan sejarah Imam Lapeo, agar jamaah ingin tahu soal kisahnya bisa langsung membacanya," ujar Muhammad Kasim pengurus lain yang mengarahkan saya.

Imam Lapeo tak lepas dari ketokohan ulama dari Tanah Mandar, KH Muhammad Thahir. Dia lahir di Pambusuang, Kecamatan Balanipa, pada tahun 1839.

Ayahnya bernama Muhammad seorang penghafal al quran dan juga nelayan tradisional penangkap ikan terbang, sedangkan Ibunya, Ikaji dari Lapeo, Kecamatan Campalagian.

Kedatanganya di Lapeo pada tahun 1892. Dia datang melakukan syiar Islam, kemudian tahun bersama masyarakat membangun masjid Jami" Attaubah di tahun 1909 yang kemudian berubah nama menjadi Masjid Nurut Taubah Lapeo. Masyarakat lebih familiar menyebut Masjid Imam Lapeo.

Saya kembali bergabung dilingkaran mereka, usia membaca sekilas kisahnya. Papan info hanya bagian dari manajemen pengelolaan masjid imam Lapeo. "Dibagian depan juga ada soal sejarah pembangunan masjid," kata Kasim.

Bagian-bagian masjib Imam Lapeo memang banyak menyimpan makna. Masjid ini didominasi warna keemasan, hijau, dan perak, pada dindingnya tulisan ayat al quran memenuhi.

Ada eskalator bagian tengahnya, tangga naik hingga ke lantai tiga, membuat masjid ini tampak megah, diantara masjid desa lainnya.

Tiap sudut tiang terpampang nama-nama yang sempat saya cacat, diantaranya HS Mengga, Andi Oddang, H Tullah Gani, H Mandawari Nusur serta nama-nama tokohnya lainnya.

"Sengaja ditulis untuk mengabadikan ketokohannya. Jelasnya, nama-nama itu ditiap sudut tiang," ujar Abdullah Adam yang juga bendahara masjid Imam Lapeo ini.

Tak hanya itu, masjid ini kata Adam kerap disinggahi oleh para pengendara. "Di bagian depan ada kotak amal simpan, ditaruh selama dua puluh empat jam. Biasanya para pengendara, sopir truk, sopir mobil banyak singgah untuk mengisi kotak amal, sebab untuk memuliakan masjid ini," ujarnya.

Jumlah isi kotak amal terkumpul rata-rata capai puluhan juta. "Dalam sepuluh hari dari 1-10 Juni saja mencapai Rp97 juta, apalagi masuk ramadan kotak amal pasti isinya puluhan juta. Kalau saldo kas masjid mencapai Rp1,5 miliar hingga saat ini," kata Adam menambahkan.

Kasim kemudian mengarahkan saya kembali. Dia menunjukkan makam Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir, yang berada di halaman masjid sebelah barat. "Di situlah makan imam Masjid ini dimakamkan. Hampir tak pernah sepi dari peziarah, tiap harinya pasti ada berziarah di makamnya," katanya kemudian pamit pada saya.

Para peziarah bergiliran masuk. Ada lima orang di dalam ruangan itu, meraka sedang berziarah. Berdoa sebentar lalu keluar. Mereka diganti dengan peziarah lainnya. Amran salah satunya, dia mengaku bersama keluarganya.

Dia datang dari Kabupaten Mamuju khusus berziarah di makam Imam Lapeo. "Datang berziarah untuk bersama keluarga, tiap tahun seperti ini, memang diniatkan untuk datang," ungkapnya.

Di sinilah imam Lapeo, KH Muhammad Thahir dimakamkan. Tokoh ulama penyebar Islam di tanah Mandar. Tugasnya kini diemban oleh cucunya, Drs H Syarifuddin Muhsin. (*)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova