Pernah Ada, Lalu
Hilang
Salawati Daud, perempuan populis pada masanya. Namun, bila mencari kisah dirinya sebagai tokoh perempuan memang tak banyak ditulis.
ILHAM WASIMakassar
Mesti samar-samar soal ketokohan Salawati Daud. Tanggal lahir pun juga tak dicatat, hanya perannya dalam dunia politik yang ikut aktif dalam Partai Kedaulatan Rakyat, dan pernah terpilih menjadi anggota Dewan Sulawesi Selatan (DPRD Provinsi Sulsel :red).
Akan tetapi, Salawati Daud, juga miliki peran dalam kebangkitan perempuan Indonesia utamanya di kota Makassar. Juga turut berjuang melawan penjajahan Belanda serta mempertahakan kedaulatan bangsa.
Bila tokoh perempuan pejuang Sulsel yang melawan Belanda, sebut saja Emmy Saelan yang rela mengobarkan dirinya, dengan melempar granat saat akan ditangkap oleh Belanda. Ia pun gugur dalam perjuangan tersebut di tahun 1947. Satu lagi tokoh yang kemudian, bisa dilihat yaitu Salawati Daud. Dia juga tokoh perempuan ikut serta dalam melawan Belanda, dan aktif di dunia perpolitikan, miliki sumbangsih dalam pemikiran. Apalagi pascarevolusi fisik tahun 17 Agustus 1945 di Indonesia menuju pembentukan Republik Indonesia. Walaupun hingga akhirnya ditangkap pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.Budi Susanto menyebut dalam bukunya yang berjudul Politik dan Postkolonialitas di Indonesia, yang diterbitkan oleh Kanisius tahun 2003. Salawati Daud dikenal adalah salah satu tokoh politik perempuan yang cukup penting di Sulawesi Selatan. Sejak tahun 1940-an hingga tahun 1950-an. Ketokohanya baik diorganisasi maupun partai, perempuan yang memiliki nama “Charlotte Salawati” ini dikenal juga sebagai tokoh pimpinan partai. Salawati Daud pernah dicatat di Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), bersama Henk Rondonuwu, A Burhanuddin, A P Pettarani, dan Milda Hermanes Towoliu.Menurut Budi Susanto, kepekaannya pada masalah perempuan membawa Salawati Daud terpilih sebagai ketua Organisasi Perempuan Partai Kedaulatan Rakyat (1948).Selain itu, pada tahun 1946, Salawati Daud bersama dengan tokoh politik perempuan lainnya, yaitu Ny Maladjong, Ny Sikado, Dg Nai, dan Ny Tjokeng mengirim surat protes kepada residen Sulsel, Kontroler dan Walikota Makassar serta komandan Teritorial Sulsel. “Ia memprotes mengenai pembunuhan 40.000 jiwa rakyat sulsel,” tulis Budi Susanto. Tokoh pimpinan partai yang juga piawi berpidato. Karakternya juga dikenal tegas dalam memimpin organisasi. Makanya, dalam tubuh dan anggota Salawati juga mendidik para anggota perempuan yang di pimpinnya untuk berorganisasi, dan berpolitik, sebab masa-masa tersebut masa dalam proses meng-Indonesia.Di perjalanan politik Sulsel, Salawati Daud merupakan salah satu tokoh yang aktif dalam menentang kampanye pasifikasi yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda. Salah satunya Salawati ikut serta dalam ikut memimpin perang dalam menyerbu tangsi polisi di Masamba yang dikenal dengan “Masamba Affaire”.Salawati Daud juga diketahui sebagai tokoh yang sosialis. Prof Dr Abdul Rasyid Asba MA, mengatakan Salawati Daud ia salah satu tokoh politik pada masanya yang lebih banyak berorientasi pada nasional. “Tokoh pergerakan yang cukup mengarahkan perjuangnya untuk memihak pada Republik, lebih ke sosialis, dan dia juga tokoh pers,” kata Dosen Ilmu Sejarah Unhas ini.Sementara itu, Sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong, mengutarakan Salawati Daud, pemikiran dia nasionalis, tetapi dalam perannya tak banyak yang ditunjukan. “Awalnya dia aktif di Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), lalu gabung ke PKI, habis itu ketangkap, kariernya selesai, dan tak banyak memberi pengaruh, setahu saya,” ujarnya.Bahkan, Wikipedia menyebut Salawati Daud adalah Mantan Anggota DPR dan Walikota Makassar. Anhar Gonggong lalu membantah sumber tersebut. “Salah itu sumber, setahu saya Salawati Daud tak pernah walikota perempuan pertama di Indonesia, kalau anggota DPR itu baru benar,” tandasnya. (*)
Salawati Daud, perempuan populis pada masanya. Namun, bila mencari kisah dirinya sebagai tokoh perempuan memang tak banyak ditulis.
ILHAM WASIMakassar
Mesti samar-samar soal ketokohan Salawati Daud. Tanggal lahir pun juga tak dicatat, hanya perannya dalam dunia politik yang ikut aktif dalam Partai Kedaulatan Rakyat, dan pernah terpilih menjadi anggota Dewan Sulawesi Selatan (DPRD Provinsi Sulsel :red).
Akan tetapi, Salawati Daud, juga miliki peran dalam kebangkitan perempuan Indonesia utamanya di kota Makassar. Juga turut berjuang melawan penjajahan Belanda serta mempertahakan kedaulatan bangsa.
Bila tokoh perempuan pejuang Sulsel yang melawan Belanda, sebut saja Emmy Saelan yang rela mengobarkan dirinya, dengan melempar granat saat akan ditangkap oleh Belanda. Ia pun gugur dalam perjuangan tersebut di tahun 1947. Satu lagi tokoh yang kemudian, bisa dilihat yaitu Salawati Daud. Dia juga tokoh perempuan ikut serta dalam melawan Belanda, dan aktif di dunia perpolitikan, miliki sumbangsih dalam pemikiran. Apalagi pascarevolusi fisik tahun 17 Agustus 1945 di Indonesia menuju pembentukan Republik Indonesia. Walaupun hingga akhirnya ditangkap pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965.Budi Susanto menyebut dalam bukunya yang berjudul Politik dan Postkolonialitas di Indonesia, yang diterbitkan oleh Kanisius tahun 2003. Salawati Daud dikenal adalah salah satu tokoh politik perempuan yang cukup penting di Sulawesi Selatan. Sejak tahun 1940-an hingga tahun 1950-an. Ketokohanya baik diorganisasi maupun partai, perempuan yang memiliki nama “Charlotte Salawati” ini dikenal juga sebagai tokoh pimpinan partai. Salawati Daud pernah dicatat di Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), bersama Henk Rondonuwu, A Burhanuddin, A P Pettarani, dan Milda Hermanes Towoliu.Menurut Budi Susanto, kepekaannya pada masalah perempuan membawa Salawati Daud terpilih sebagai ketua Organisasi Perempuan Partai Kedaulatan Rakyat (1948).Selain itu, pada tahun 1946, Salawati Daud bersama dengan tokoh politik perempuan lainnya, yaitu Ny Maladjong, Ny Sikado, Dg Nai, dan Ny Tjokeng mengirim surat protes kepada residen Sulsel, Kontroler dan Walikota Makassar serta komandan Teritorial Sulsel. “Ia memprotes mengenai pembunuhan 40.000 jiwa rakyat sulsel,” tulis Budi Susanto. Tokoh pimpinan partai yang juga piawi berpidato. Karakternya juga dikenal tegas dalam memimpin organisasi. Makanya, dalam tubuh dan anggota Salawati juga mendidik para anggota perempuan yang di pimpinnya untuk berorganisasi, dan berpolitik, sebab masa-masa tersebut masa dalam proses meng-Indonesia.Di perjalanan politik Sulsel, Salawati Daud merupakan salah satu tokoh yang aktif dalam menentang kampanye pasifikasi yang diberlakukan oleh pemerintah Belanda. Salah satunya Salawati ikut serta dalam ikut memimpin perang dalam menyerbu tangsi polisi di Masamba yang dikenal dengan “Masamba Affaire”.Salawati Daud juga diketahui sebagai tokoh yang sosialis. Prof Dr Abdul Rasyid Asba MA, mengatakan Salawati Daud ia salah satu tokoh politik pada masanya yang lebih banyak berorientasi pada nasional. “Tokoh pergerakan yang cukup mengarahkan perjuangnya untuk memihak pada Republik, lebih ke sosialis, dan dia juga tokoh pers,” kata Dosen Ilmu Sejarah Unhas ini.Sementara itu, Sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong, mengutarakan Salawati Daud, pemikiran dia nasionalis, tetapi dalam perannya tak banyak yang ditunjukan. “Awalnya dia aktif di Partai Kedaulatan Rakyat (PKR), lalu gabung ke PKI, habis itu ketangkap, kariernya selesai, dan tak banyak memberi pengaruh, setahu saya,” ujarnya.Bahkan, Wikipedia menyebut Salawati Daud adalah Mantan Anggota DPR dan Walikota Makassar. Anhar Gonggong lalu membantah sumber tersebut. “Salah itu sumber, setahu saya Salawati Daud tak pernah walikota perempuan pertama di Indonesia, kalau anggota DPR itu baru benar,” tandasnya. (*)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus