Langsung ke konten utama

Komikers dari Komunitas Mangaka Makassar, Kyas Herlambang

Buat Komik Konten Lokal

Bertemu dengan sesama pecinta komik atau mangaka, seakang pengalaman menemukan harta karun di hutan rimba. Begitulah, perasaan Kyas Herlambang saat bertemu sesama Mangaka.

ILHAM WASI
Makassar

Manga tak hanya populer di Jepang. Akan tetapi, Manga juga akrab di Indonesia terutama pecinta komik di Makassar. Komik sebutan lain dari Manga memang digandrungi remaja sebagai bahan bacaan. Komik karya komunitas Mangaka ini pun dihargai karena mampu mengontenkan tema-temanya.
Tertarik pada alur, tokoh yang dilukiskan dalam bentuk gambar, sebab membaca komik paduan antara sastra dan seni rupa. “Isinya memang menghibur, tapi terselip pesan, biasa tentang persahabatan, kisah keluarga, kisah heroik, kejeniusan memecahkan masalah, dan kisah lain.Pada intinya juga memberi kesan mendidik juga,” ungkap Kyas Herlmbang.
Kyas Herlambang adalah penyuka komik Jepang (Manga). Dia bahkan miliki kreatifas menggambar tokoh-tokoh komik juga menuliskan cerita k0mik-komik tersebut. Makanya, Kyas disejajarkan seorang pembuat komik yang disebut Mangaka.
Kata Kyaz, Ia menyukai karakter tokoh dalam komik-komik Jepang. Membaca komik membuat merasa dekat dengan tokoh-tokohnya. Melukisnya ke dalam bentuk cerita kembali dengan meramu kisah tersendiri. “Tokoh yang dilukiskan menggabungkan konten lokal, tokoh utama gunakan aksesori adat bugis-makassar,” ujarnya lalu menunjukan komik yang dibuatnya bersama Komunitas Mangaka Makassar ini.
Mahasiswa Peraih Lomba Desain Karakter Terbaik pada Your Fantastis Of Indonesia Heroes oleh Fabel-Castell Bekerjasama dengan Universitas Atmajaya Makassar dua tahun lalu ini, ditemui di Main Hall GTC Tanjung Bunga, pada  acara Jepang Korea Festival, kemarin.
Saat lomba desain karakter tersebut, hanya dengan durasi dua jam mesti Dia diselesaikan. “Lombanya di seleksi dari regional untuk dilombakan secara nasional. Karakter komik yang di lukiskan soal Nyi Roro Kidul. Mitos laut Jawa. Karakter di Nyi Roro digambarkan dengan model kartun, tetap konsep komik Jepang. Pakaian, aksesori yang dilokalkan,” ujar Kyaz.
Unsur konten lokal ini yang dilukiskan di atas kertas gambar dan pensil (faber castell) sebagai senjata utama. “Kerumitannya saat gambar ekpresinya. Dua jam waktu yang diberikan. Semua peserta menggambar, saya memilih menciptakan skenario. Setelah cerita rampung baru di gambar karakternya,” beber Kyaz.
Hal inilah yang mengantar meraih terbaik pada lomba komik tersebut. Memang Kyaz telah memilih berkiprah dunia komik. Belajar menggambar tak memerlukan sekolah khusus untuk belajar. Belajar secara otodidak.  “Saya menyenangi menggambar animasi sejak kelas 6 SD,” ungkap.
Menjadi Mangaka, memang sering dianggap enteng, padahal bagi Kyaz, menjadi komikers bisa dijadikan sebagai pekerjaan. “Satu kali gambar bisa bernilai rupiah. Pasarannya lewat internet ada yang pesan dari Eropa, Amerika, atau dalam negeri sendiri, bahkan saat pameran  pasti ada yang pesan untuk digambarkan,” ungkap Mahasiswa Komunikasi Unhas ini.
Keahlian tersebutlah yang dihargai oleh pemesan. Kata, Kyaz ada pesan untuk sketsa dibuat atau pesan karakter tersendiri. “Terkadang bayaran dari 15 USD hingga 75 USD. Kalau dari terbitan komik atau buku bisa mendapat royalti sepuluh juta untuk satu buku. Satu komik bisa dikerjakan selama tiga bulan,” tutur lelaki yang ingin menekuni profesi sebagai komikers ini.
Membuat komik memang membutuhkan ketelitian. Detail dalam membuat karakter, ekspresinya terasa saat di baca, bahkan tetes keringatnya pun mesti digambarkan. “Kalau cerita yang bagus, tetapi gambar tidak sesuai. Otomatis komiknya juga tidak disenangi. Jadinya, gambar dan isi mesti sesuai. Karya kami diantaranya Fly Me To The Star, Little Princess, dan majalah komik judulnya Oriland yang merangkum karya-karya kami,” tutur Kyas.
Menguatkan komik yang dibuat memang belajar semua pengetahuan. “Belajar antiperpestif. Mengamati banyak orang, bergaul, dan baca juga baca referensi soal manusia. Jadi, proses kerjanya dibuat sketsa dengan pensil, lalu di scan, dan di edit lewat komputer,” ungkapnya.
Selain Kyaz, yang juga ikut berbincang, Mamat. Ia juga anggota Komunitas Mangaka Makassar, kemampuannya untuk membuat komik juga bisa di uji. (*)




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen