Langsung ke konten utama

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar



MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang-sayang diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia.


Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam 

Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya.

ILHAM WASI
Majene

Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid.
Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).
 Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang-sayang Mandar.
Passayang-sayang Mandar sendiri pada tahun 2014, telah ditetapkan sebagai warisan tak benda budaya bersama perahu Sandeq oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Satu keberuntungan passayang-sayang aku saksikan pentas. Grup ini diundang khusus tampil pada peresmian Pusat Kajian Kebudayaan Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) di halaman Rektorat Unsulbar, Rabu 29 April.
Pemain seni musik tradisional passayang-sayang Mandar tergerak memainkan syair-syairnya, tak lain sebagai pelestari. 
"Sudah menjadi tradisi kami, bermain untuk mengenalkan kebudayaan Mandar. Bahkan kami pernah bermain di Mamuju, hingga Kalimantan memainkan passayang-sayang," kata Dahlan lelaki berusia 52 tahun.
Passayang-sayang  kerap dimainkan di hajatan pesat hiburan rakyat. "Dimainkan jika ada pesta perkawinan, adat, acara besar, atau diundang khusus untuk bermain." Dahlan menambahkan. 
Jika tak ada panggilan memainkan seni tradisi passayang-sayang, mereka tetap menjalankan aktivitasnya sehari-hari bertani dan berkebun. "Kalau tidak main, yah kembali lagi bekerja ke kebun kepala atau pisang," aku Dahlan sang pemain melodi.
Kelihaiannya memetik gitar, tak didapatkan di sekolah musik akan tetapi, Dahlan hanya belajar secara otodidak. "Dengar petikannya dari pemain dulu, sebab ini diwariskan secara turun-temurun dan musik itu main perasaan saja," ucapnya lalu menunjukkan gitar miliknya yang diakuinya berusia puluhan tahun.
Dahlan bilang gitar telah lama, tak semangat bagus untuk bermain. "Tapi ada kalau bisa ada gantikan agar bisa lebih bagus lagi mainnya," ujar lelaki sudah 30 tahun memainkan passayang-sayang.
Kelak kata Dahlan, dia  memiliki gitar baru juga penerus. Pernah Dahlan mengajarkan kepada anaknya soal melodi yang dimainkan, tapi rumit bila musik tak dijiwai. "Tak mudah untuk mengajari, sebab berkali-kali diajari tapi tak bisa," tuturnya. 
Bagaiman soal lirik yang dimainkan mereka?. Sang penembang syair, Sinar pun membeberkan lirik yang dimainkan bergantung dari situasi. "Kisah asmara dari dua kekasih," ujarnya. 
Kisahnya, seorang pemuda jatuh cinta pada putri. Putri pun meminta keseriusan. "Jika serius datanglah melamar. Namun, ujian datang bagi sang pria pelamar. Orang tuanya tidak setuju, bila sang perempuan harus menikah dengan laki-laki pilihannya. Tinggal menentukan akhir bahagia atau tidak." Sinar mengisahkan singkat.
 Kisah dari dinyanyikan dalam bahasa daerah Mandar. "Judulnya siamasei (saling mengasihi)," tutur Sinar. 
Saat bermain sering kali, pemain passayang-sayang melakukan improvisasi dalam tiap pertunjukannya. Mereka telah mahir memainkan lagu khusus tak ada disiapkan. "Mengalir saja, kadang kala kita sebut nama seorang penonton dan kita jodohkan dengan penonton lainnya," tuturnya.
Teknik perjodohan itu kerap dilakukan untuk menciptakan suasanya lebih terhibur.  Bahkan, permainan bisa durasi permainan musik bisa dilakukan berjam-jam lamanya.
Terpisah Pemerhati Budaya Mandar, Ridwan Alimuddin, menyebut soal durasi mereka bisa memainkan berjam-jam "Bisa main dua jam untuk pertunjukannya," katanya.
Selain itu, kepopuleran passayang-sayang Mandar telah puluhan tahun lamanya. "Duhulu orang Mandar dulu menyebut Kalindaqdaq, akar inilah yang berkembang," kata Pemerhati Budaya Mandar Darmansyah.
Pada perjalannnya orang Mandar memaikan kecapi. "Syair yang dimainkan pun berisi sastra lisan, kadang digunakan untuk syiar Islam atau pesan-pesan moral. Keunggulan Kalindaqdaq metode dinyanyikan akan lebih mudah dimengerti dan alat yang digunakan pun berupa kecapi," ucap Darmasyah.
Saat pacakapi meredup, ramailah passayang-sayang pada tahun 1970-an. "Awalnya alat digunakan adalah kacaping (kecapi), akan tetapi pakacaping (pemain kecapi) mulai berkurang, masyarakat mulai memainkan dengan gitar." Darmasyah menjelaskan.
Meskipun demikian, pakacaping diganti dengan menjadi gitar, tetapi passayang-payang ini menjadi populer. Iramanya pun mulai bervariatif sebab dipadukan dengan bas dan melodi. 
"Alat musik yang dimainkan beda, tetapi lirik tetap dimainkan dengan sastra lisan, tetapi, kisah passayang-payang banyak untuk kisah asmara dengan bahasa yang halus," tutur Darmasyah yang juga Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Darah (DPRD) Mejene ini. Soal pengarang dari lirik dari passayang-sayang ini pun bersifat anomin atau tanpa pengarang. (*)

Komentar

  1. Saya pengen belajar petikan sayang sayang tapi gak pernah lihat tutorialnya di youtube, adanya cuman langsung petik tapi gak ngerti caranya secara rinci, maunya pake tutorial biar enak belajarnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen