Langsung ke konten utama

Kesan Elegan di Parsel Pilihan



Tradisi berbagi parsel jadi tradisi dan bertahan hingga saat ini. Biasanya berupa bingkisan untuk kolega, kerabat simbol jalinan persaudaraan tetap terjaga.

ILHAM WASI
Jalan Bulu Kunyi

Parsel biasanya ditemui di hari-hari besar. Apalagi saat ini, jelang lebaran Idul Fitri 1434 Hijriah. Penyedia parsel sudah bermunculan.
Pemandangan itu bisa ditemui di Jalan Bulu Kunyi. Parsel yang dipamerkan untuk dijual. Bukan sekadar masalah isinya saja. Akan tetapi pengemasannya pun bernilai estetis. Kesan mewah pada parsel memiliki daya tarik tersendiri. Awalnya berupa keranjang rotan. Jika telah dihiasai dengan kertas metalik, kesan elegan memancar.
Rupa-rupanya kian beragam. Ada model perahu, menara silver, menara warna emas, model Spanyol, bahkan parsel tersebut juga dinilai dari tingkatannya. “Macam-macam isinya, ada keramik, makanan dan tingkatannya pun satu sampai empat tingkat,” ujar Uci pemilik Gudang Parsel ini.
Setiap tahunnya kata Uci, pelanggang baru pesan jika mendekat lebaran. “Biasanya sepuluh hari sudah ramai pesanan,” tutur mahasiswa Akuntansi UNM ini. Parsel miliknya pun dengan harga bervariatif.
Selain gudang parsel. Istana Parsel pun demikian. Syamsu pemilik Istana parsel. Menurutnya, penyedia parsel dideretannya masih satu keluarga. “Masih satu keluarga semua, gudang parsel, raja parsel, garasi parsel, baruga parsel, dan aneka parsel, satu keluarga ji,” ungkap lelaki yang meneruskan usaha dari orang tuanya.
Sejak 15 tahun silam. Ibu Syamsu melihat peluang tersebut, untuk dijadikan peluang usaha. “Orang tua saya berdomisili di sini,  awalnya hanya coba-coba saja. Tetapi, banyak yang pesan tiap tahunnya,” beber lelaki berkopiah hitam ini, Minggu 13 Juli.  
Makanya, parsel milik  Syamsu sudah dikenal. Apalagi saat, moment Hari Raya seperti Natal, Imlek, apalagi saat Ramadan. “Memang ada rekanan yang suplai keramik, untuk isinya. Bahkan, tahun kemarin ada pengusaha yang pesan sampai 200 parsel, untuk dibagikan rekan dan karyawannya,” lugas lelaki kelahiran 25 Juli 1978 ini.
Tak ayal, Syamsu saat ini menyediakan 500 parsel saat ini. “Rangka saja ada 1000  biji. Akan tetapi, saat ini masih sekitar 50 parsel yang laku. Biasanya, dekat lebaran baru akan ramai. Model Spanyol, diminati biasanya, isinya pun keramik, dan makanan ringan,” aku Syamsu pekan kemarin telah menyediakan parsel ini.
Istana parsel pun juga, memberi kesan mewah pada parselnya. Harganya pun bervariatif. “Ada harga seratus ribu rupiah, hingga 2 juta satu parsel,” ungkapnya. Dekat Istana parsel pun, juga ada Sahabat Parsel. Abun pemiliknya. Ia menyewa rumah makan sop lidah yang tutup selama ramadan, untuk manfaatkan moment ini. “Belajar-belajar saja, daripada tidak ada kegiatan,” ungkap lelaki yang kulitnya putih ini. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen