Ketika Buku Digital Jadi Alternatif
Di sekitar kita, masih banyak narasi-narasi yang belum diceritakan. Maka, tulis dan bukukan sebab Qbaca bisa mengakomodirnya.
Ilham Wasi
Jl A P Pettarani
Rabu, 8 Mei. Pukul 10.00 Wita, di Baruga Witel Telkom Lt 2. Kursi belum terisi penuh, baru sebaris kursi paling depan terisi. Kursi bagian belakang dibiarkan kosong tak berpenghuni. Sayang, ruangan yang bisa menampung sekitar 60 orang ini, hanya duduk sekitar 15 orang saja. Padahal sedang berlangsung, Workshop Menggagas 1001 Cerita Nusantara, Mengorbit Bersama Qbaca.
Jejak kebudayaan, belum tercatat dan didokumentasikan dengan baik. Masih dibiarkan berceceran, dan tak tersusun rapi, sehingga generasi berikutnya akan buta pada konten yang mengikat dirinya.
Cerita-cerita rakyat, terutama sastra lisan semakin berkurang. Para penuturnya mulai berkurang, generasi remaja kita mulai meninggalkannya. Menjadikan kegelisahan tersendiri di nusantara ini.
Bambang Trim mengatakan, Indonesia dengan 17.508 pulau yang berada di dalamnya dan 746 bahasa yang digunakan masyarakatnya dengan sekitar 1.128 jumlah suku merupakan surga bagi berkembangnya konten-konten berbasis Nusantara,
terutama dalam bentuk sastra lisan. "Lewat Qbaca ini, bisa terdokumentasikan dengan baik," ungkap Bambang yang menfasilitatori kegiatan tersebut.
Bambang Trim adalah seorang praktisi penulisan dan penerbitan Indonesia. Lelaki berkaca mata ini, juga sebagai Kompartemen Diklat-Litbang-Informasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Dari diskusi, dan lingkaran-lingkaran kecil bersama komunitas pecinta buku, lelaki berambut plontos ini menginisiasi untuk mengembangkan Qbaca Telkom Indonesia.
Maka, kerja-kerja literasi pun ditularkan, Menggagas 1001 Cerita Nusantara, itulah ikon kegiatan yang digagasnya. Memasuki era digitalisasi Indonesia harus berbenah. Apalagi, terkait teknologi smartphone, dan internet. Dari pengguna smartphone semakin banyak maka buku digital pun hadir.
Buku-buku bacaan pun tersedia di aplikasi tersebut. "Seiring dengan berkembangnya dan pola kebiasaan kita, tradisi literasi harus juga menyesuaikan, agar generasi kita tak kehilangan informasi dan pengetahuan," ungkap Bambang Trim.
Setiap daerah memiliki keunggulan tersendiri. Para penulis harus peka terhadap sekitarnya, sebab masih banyak harus dituliskan. Narasi-narasi kehidupan telah lama hidup. Berbagai kisah hidup bersemayam, tinggal merangkainya.
Bambang mengatakan, kita mengenal cerita pengantar tidur, cerita pelipur lara, nasihat dalam petatah petitih, Sejarah, Seni, dan banyak lagi. Dunia digital kita seberapa pun canggihnya, tidak akan dapat bergerak tanpa konten.
"Untuk itu dibutuhkan penulis, untuk mencatatnya," ujar Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran ini.
Memperoleh buku-buku pun terbilang mudah. PT Telekomunikasi Indonesia, mempercepatnya. Melalui smartphone milik Anda, buku itu bisa di baca. "Generasi kita kebanyakan menggunakan handpone, Qbaca itu, salah satu wadah untuk mengakses literasi sehingga menarik kembali generasi kita yang sudah luput dari kondisi bangsa kita," tutur Kuncoro Division of Solution Convergence Telkom ini.
Selain itu, Qbaca pun memberi peluang bagi penulis, baik penulis pemula maupun sudah lama, untuk bekerja sama dalam menulis buku. Baik berupa Fiksi, Nonfiksi, maupun Faksi, sehingga generasi kita bisa cerdas. "Naskah bisa dikirim ke Penerbit tertentu sebelum diterbitkan Qbaca Telkom, atau Ikapi," Sebut Niki Adytia Putra Divisi Solution Convergence Telkom Indonesia ini.
Qbaca memang baru diorbitkan tahun 2012 lalu, dan berupa ebook (buku digital). Aslan Abidin mengatakan, Ebook, bisa dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi dunia penelitian, akademisi, Ebook dan Buku Cetak sama-sama lewat peneletian, serta persetujuan penerbit. "Sama-sama saja karena juga melewati penerbit, dan itu bisa dijadikan referenci penelitian," ungkap Dosen Sastra FBS UNM, yang juga turut hadir di Workshop tersebut. (*)
Di sekitar kita, masih banyak narasi-narasi yang belum diceritakan. Maka, tulis dan bukukan sebab Qbaca bisa mengakomodirnya.
Ilham Wasi
Jl A P Pettarani
Rabu, 8 Mei. Pukul 10.00 Wita, di Baruga Witel Telkom Lt 2. Kursi belum terisi penuh, baru sebaris kursi paling depan terisi. Kursi bagian belakang dibiarkan kosong tak berpenghuni. Sayang, ruangan yang bisa menampung sekitar 60 orang ini, hanya duduk sekitar 15 orang saja. Padahal sedang berlangsung, Workshop Menggagas 1001 Cerita Nusantara, Mengorbit Bersama Qbaca.
Jejak kebudayaan, belum tercatat dan didokumentasikan dengan baik. Masih dibiarkan berceceran, dan tak tersusun rapi, sehingga generasi berikutnya akan buta pada konten yang mengikat dirinya.
Cerita-cerita rakyat, terutama sastra lisan semakin berkurang. Para penuturnya mulai berkurang, generasi remaja kita mulai meninggalkannya. Menjadikan kegelisahan tersendiri di nusantara ini.
Bambang Trim mengatakan, Indonesia dengan 17.508 pulau yang berada di dalamnya dan 746 bahasa yang digunakan masyarakatnya dengan sekitar 1.128 jumlah suku merupakan surga bagi berkembangnya konten-konten berbasis Nusantara,
terutama dalam bentuk sastra lisan. "Lewat Qbaca ini, bisa terdokumentasikan dengan baik," ungkap Bambang yang menfasilitatori kegiatan tersebut.
Bambang Trim adalah seorang praktisi penulisan dan penerbitan Indonesia. Lelaki berkaca mata ini, juga sebagai Kompartemen Diklat-Litbang-Informasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Dari diskusi, dan lingkaran-lingkaran kecil bersama komunitas pecinta buku, lelaki berambut plontos ini menginisiasi untuk mengembangkan Qbaca Telkom Indonesia.
Maka, kerja-kerja literasi pun ditularkan, Menggagas 1001 Cerita Nusantara, itulah ikon kegiatan yang digagasnya. Memasuki era digitalisasi Indonesia harus berbenah. Apalagi, terkait teknologi smartphone, dan internet. Dari pengguna smartphone semakin banyak maka buku digital pun hadir.
Buku-buku bacaan pun tersedia di aplikasi tersebut. "Seiring dengan berkembangnya dan pola kebiasaan kita, tradisi literasi harus juga menyesuaikan, agar generasi kita tak kehilangan informasi dan pengetahuan," ungkap Bambang Trim.
Setiap daerah memiliki keunggulan tersendiri. Para penulis harus peka terhadap sekitarnya, sebab masih banyak harus dituliskan. Narasi-narasi kehidupan telah lama hidup. Berbagai kisah hidup bersemayam, tinggal merangkainya.
Bambang mengatakan, kita mengenal cerita pengantar tidur, cerita pelipur lara, nasihat dalam petatah petitih, Sejarah, Seni, dan banyak lagi. Dunia digital kita seberapa pun canggihnya, tidak akan dapat bergerak tanpa konten.
"Untuk itu dibutuhkan penulis, untuk mencatatnya," ujar Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran ini.
Memperoleh buku-buku pun terbilang mudah. PT Telekomunikasi Indonesia, mempercepatnya. Melalui smartphone milik Anda, buku itu bisa di baca. "Generasi kita kebanyakan menggunakan handpone, Qbaca itu, salah satu wadah untuk mengakses literasi sehingga menarik kembali generasi kita yang sudah luput dari kondisi bangsa kita," tutur Kuncoro Division of Solution Convergence Telkom ini.
Selain itu, Qbaca pun memberi peluang bagi penulis, baik penulis pemula maupun sudah lama, untuk bekerja sama dalam menulis buku. Baik berupa Fiksi, Nonfiksi, maupun Faksi, sehingga generasi kita bisa cerdas. "Naskah bisa dikirim ke Penerbit tertentu sebelum diterbitkan Qbaca Telkom, atau Ikapi," Sebut Niki Adytia Putra Divisi Solution Convergence Telkom Indonesia ini.
Qbaca memang baru diorbitkan tahun 2012 lalu, dan berupa ebook (buku digital). Aslan Abidin mengatakan, Ebook, bisa dijadikan sebagai salah satu bahan referensi bagi dunia penelitian, akademisi, Ebook dan Buku Cetak sama-sama lewat peneletian, serta persetujuan penerbit. "Sama-sama saja karena juga melewati penerbit, dan itu bisa dijadikan referenci penelitian," ungkap Dosen Sastra FBS UNM, yang juga turut hadir di Workshop tersebut. (*)
Komentar
Posting Komentar