Langsung ke konten utama

Situs-situs Purbakala Terancam Hilang

Situs cagar budaya mesti dijaga, bila tak dijaga situs-situs yang bisa menyumbang ilmu pengetahuan prasejarah tersebut bisa hilang begitu saja.
 
Pasca pengalian Tim Balai Arkeologi Makassar di Situs Sakkarra Dusun Talondo Desa Bonehau Kecamatan Bonehau Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat bulan Agustus ini menemukan artefak logam. Situs tersebut harus segera dilindungi. 

Artefak yang menunjukan awal leluhur Sulawesi sudah lebih dulu mengenal awal peleburan logam dari zaman neolitik (zaman batu).

FAJAR menelusuri lokasi situs tersebut di Kecamatan Bonehau. Untuk perjalanan ke lokasi situs bila dari Kota Mamuju jaraknya sekira 70 kilometer.

Namun, sepanjang jalan poros Kecamatan Bonehau-Kalumpang jalan rusak parah, juga menanjak. Sehingga, waktu tempuh sejatinya hanya dua jam bisa hingga empat jam. 

Keberadaan situs tersebut sudah diketahui warga sekitar, saya dipandu staf Desa Bonehau, Wempi Tamandalan. 

Dia menujukan lokasi situs Sakkarra jaraknya 1 kilometer dari jalan poros Bonehau. 

Tak ada tanda khsusus arah jalan. Bila menuju situs mesti jalan-jalan setapak hanya dilewati sepeda motor. Letaknya ditengah kebun yang ditumbuhi ilalang. Lokasinya pun tak terawat. 

Lokasi situs berada di pinggir sungai Bonehau. Wenpi mengatakan lokasi tersebut sudah dikontrak pengusaha tambang asal China selama lima tahun. 

Keperluannya untuk tambang emas. Namun gagal sehingga lokasi pun ditinggal dan aktivitas tambang dihentikan. "Masih status kontrak ini sudah dua tahun, di sini dulu ada penambang, tapi berhenti," ujarnya.

Saat menelusuri lokasi situs penemuan artefak logam seperti mata kail, dan terakhir juga ditemukan artefak logam dari pecahan parang. Banyak dijumpai pecahan-pecahan terbikar dan gerabah. "Ini banyak pak pecahan-pecahannya," ungkapnya. 

Ketua Tim Peneliti Situs Sakkarra dari Balai Arkeologi Makassar, Budianto Hakim, mengatakan keberadaan situs-situs Bonehau hingga Kalumpangmemang harus dilindungi. "Ancaman terbesarnya pada aktivitas tambang. Dan juga mungkin soal perkebunan," ujarnya.

Namun dia menyakini bila dilindungi keberadaan situs bisa hilang. Utamanya disepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Karama. 

"Situs Sakkarra memang rusak karena aktivitas tambang. Untungnya masih tersisa 10 persen di pinggir sungai itu, sehingga bisa dilakukan ekskavasi. Karena 90 persen sudah rusak," ungkapnya.

Memang ancaman terbesar saat ini untuk situs-situs menyangkut tambang perkebunan sawit. Sehingga memang perlu penjagaan dari pemerintah. 

"Kandungan alam di Mamuju kan adalah tambang, kedua perkebunan sawit, ketiga pencari barang-barang antik. Dan dari hilir hingga hulu DAS Karama masih banyak situs yang belum terungkap," katanya. 

Selain itu, di situs Sakkarra pun akan tetap dilakukan penelitian sebab hanya sebagian sudah ditemukan. "Masih banyak belum bagaimana model penguburannya, lalu model kelas masyarakat, apakah masih ada keterkaitan satu sama lainnya, sehingga butuh penelitian yang panjang, namun diminta agar lokasi itu tetap dijaga," ujarnya. 

Sehingga perlu adanya penjagaan terkait situs-situs yang di Bonehau dan Kalumpang. Untuk saat ini sudah beberapa lokasi situs yang ditemukan ada di Kalumpang Situs Kamassi dan Minanga Sipakko.

Kepala Desa Bonehau Kecamatan Bonehau, Alfian juga mengetahui ditemukan situs di desa mengaku cukup mengapreasiasi tim Balai. Namun, soal memberikan perlindungan terkait situs memang membutuhkan perhatian pemerintah baik kabupaten maupun provinsi. 

"Kita tunggu dari peneliti lokasi mana yang titik lahannya. Kalau perlu kita buatkan tugu di situ agar bisa diketahui lokasi-lokasi situs," ujarnya.  (ham)

29 Agu 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen