Langsung ke konten utama

Membaca Gulat di Jakarta karya Pramoedya

Baru kali ini kembali memilih bacaan di rak buku. Jatuhlah pilihan pada "Mencari Rumah Pram", tetapi belum sampai setengah saya membacanya. Jedah dulu sementara.

Yah, pilihan mencari kedua. "Gulat di Jakarta" novel Pram. Tebal hanya 82 halaman. Kisah tentang Sulaiman meninggalkan kampung halaman menuju Jakarta. Tak ada pilihan lain selain meninggalkan desanya, masifnya gerombolan masa itu telah merebut rumahnya. Termasuk dua anaknya mati tertembus peluru.

Pilihannya ke kota, mencari pekerjaan dan hidup lebih baik. Istri dan satu anaknya turut dibawa serta.

Pergulatan hidup di Jakarta, membuatnya bertaruh. Bekerja, bekerja, dan bekerja. Meski keahlian hanya mampu baca dan menulis, bekal dari desa sebab dia pernah bekerja sebagai carik di kantor desa itu, tak menyurutkan niatnya mencari pekerjaan demi keluarganya.

Ia pun menjadi buruh di sebuah bengkel. Lama kelamaan dia bertambah ahli, bengkel tempat bekerja berkembang pesat karena sumbangsihnya. Hingga dia mulai berpikir untuk membuat bengkel sendiri.

Niat itu disampaikan ke majikannya. Lama sekali Sulaiman merenung untuk menyampaikan niatnya. Beruntung, Majikannya cukup seorang jujur dan saleh. Ia sangat mengerti kehendak buruhnya itu. Buruhnya ingin memperbaiki hidup dan itu hak bagi tiap orang. Ia juga tak ingin menghalangi.
Sebelum meninggalkan bengkel itu, Majikan memberikan hak. Upah ditambah bonus untuk Sulaiman. Upah dan bonus itulah dipakai membuat usaha bengkel sendiri. Hingga Sulaiman mampu mempekerjakan tiga buruh.

Usaha berjalan baik dan bertambah maju. Dalam perjalanan seorang buruhnya niat juga mendirikan usaha secara mandiri.

Awalnya buruh itu ragu menyampaikan niat kepada Sulaiman, tetapi, Sulaiman tahu apa yang ingin disampaikan anak buahnya itu. Sulaiman memperlakukan buruhnya itu sama seperti majikannya yang terdahulu.

"Dahulu engkau bekerja untuk aku dan perusahaanku. Sekarang bekerjalah untuk dirimu dengan perusahaanmu sendiri. Aku hanya dapat mendoakan". Kata Sulaiman persis apa yang dikatakan majikannya terdahulu.

Sulaiman sebenarnya mencoba berlaku adil kepada buruhnya. Dan memperlakukan buruh sebagai manusia. Sulaiman sangat paham, jika buruh mempunyai hak dan sumbangsih dalam memajukan usahanya.

Apa yang ia kerjakan dianggap baik bagi persahabatan, keadilan kerja, dan kerelaan. Dan ia tidak pernah rugi dalam hidupnya. *

Komentar

  1. gaggia titanium 1.1
    The Gaggia Titanium Cartomat - Silver This cartridge contains the following items: Cartomat - Gold (1.2 Ounces); sia titanium Bronze hypoallergenic titanium earrings (1.2 Ounces); Silver (1.3 best titanium flat iron Ounces); nano titanium by babyliss pro Bronze (1.3 Ounces); titanium cerakote Bronze

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen