Pelajar negeri tetangga yang menimba Ilmu di Indonesia khususnya di Makassar. Jika, kembali akan mengabdi di Negara Asalnya.
Ilham
Tamalanrea
Awan tampak mendung,gemiris turun, tapi tak begitu lama. Tiga orang datang di kedai kopi Phoenam, Bumi Tamalanrea Permai (BTP).
Penulis telah mengatur jadwal pada pukul 14.00 wita untuk bertemu (4 Maret 2014).Para dokter muda tersebut berasal dari Malaysia. Mereka pelajar yang menempuh pendidikan kedokteran di Unhas.
Kami berkenalan, lalu saling mempersilakan duduk.
Perbincangan kami bungkus dengan santai. Memesan teh, dan Jus untuk membuat suasana lebih nyaman ketika berbincang.
Vishnu Raj, Cantru, dan Vijayankumaran. lelaki asal negeri Jiran tetapi berdarah India. Memang mereka berkebangsaan Malaysia karena lahir besar di sana.Tetapi, secara genetik orang tuanya berasal dari India, dan menetap di Malaysia.
"kakek kami dari tamil. Sebuah suku di India yang menurut cerita orang tua kami, mulai berpindah ke Malaysia sejak tahun 1947" ungkap Vishnu.
ketiganya adalah para dokter muda. Sejak tahun 2008, bersama 58 mahasiswa asal Malaysia lainnya mulai menempuh pendidikan di Unhas.
Cantru dan Vijayankuaran, kami mengobrol sebentar saja. yah, hanya sekadar berkenalan saja. keduanya, telah menyelesaikan pendidikan di Unhas dan sekarang menyandang gelar dokter. Rencananya akan kembali ke Negara asalnya "Malaysia" untuk mengabdikan diri.
Karena punya kesibukan lain. sehingga, keduanya cepat pamit untuk menyelesaikan urusan sebelum pulang ke Malaysia. Maka, penulis banyak berbincang dengan Vishnu.
Vishnu namanya, masih menjalani koas (dokter muda) di salah satu rumah sakit. Tinggi sekitar 175 cm, kulit sedikit gelap, dan bercambang tipis pada pipinya.Berbincang dengannya pun tak terkendala dengan faktor bahasa. Dia sangat fasih berbahasa Indonesia. "bagaimana tidak, sudah 5 tahun mi lebih berada di sini?" dengan menirukan sedikit dialek Makassar.
Mulai membuka pembicaraan tentang ketertarikannya dengan pendidikan kedokteran di Indonesia. "Pendidikan dokter di Indonesia lebih mudah di jangkau dari segi biaya. Apalagi,kuliah dengan biaya sendiri" ungkapnya.Dari segi Kesehatan pun antara Indonesia, Malaysia,India, mempunyai kemiripan.Misalkan dari postur tubuh, konsumsi makanan. Makanya, kalau di Tinjau dari segi Medis sama-sama saja. lagian juga dokter itu kan umum." dia menambahkan.
Bukan hanya itu, motivasi untuk menjadi dokter pun dilatarbelakangi dari kondisi orang tua "Sejak umur sepuluh tahun ibu sudah menderita penyakit ginjal, makanya harus cuci darah. Dokter telah jadi cita-cita sejak kecil dan Sehingga, termotivasi untuk jadi dokter. Pekerjaan ini kan mulia, bisa membantu orang lain yang memiliki kondisi seperti Ibu saya" ujarnya.
Dia juga cukup terbuka, apalagi Saat ditanyai soal dirinya. Dia bersemangat untuk melanjutkan kisahnya "Sebelum lanjut pendidikan di perguruan tinggi, harus mengikuti pendidikan persediaan masuk perguruan tinggi selama satu tahun".
"Makanya kami banyak yang berumur" kata lelaki kelahiran tahun 1988 ini.Kami juga tetap ikut ospek dan juga aktif, serta terlibat di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Fakultas Kedokteran.
Namun, keterlibatan itu harus dibatasi. Mengingat tujuan kami di sini untuk fokus pada Akademik.Kesibukan dan jadwal perkuliahan sangat padat membuatnya terbatas untuk aktif lebih lama.
Sebelum kuliah di Indonesia pun mereka harus menandatangi perjanjian dengan Pemerintah Malaysia untuk tidak terlibat dalam "aktivitas politik, tidak dibolehkan bekerja selain kuliah".
Makanya, saat aktif di BEM dan aktivitas kami terbatas."Sama ketika diajak untuk terlibat dalam aksi solidaritas "dr.Ayu" Kami tidak bisa terlibat walaupun sama-sama berprofesi sebagai dokter. Tetapi, kegiatan itu di anggap aktivitas politik dan tidak boleh kami campuri" ujarnya.Tugas kami adalah belajar dan pulang akan mengabdi ke negara asal kami.
Pengalaman lain membuatnya berkesan"saat tahun 2009 saya kan naik vespa ke kampus, tiba-tiba mogok. Tapi,datang beberapa orang menolong.Mereka dari komunitas vespa, dan itu tidak bisa saya lupa". kenangnya
Namun, selama di Makassar makanan harus diseleksi.Misalkan coto makanan khas kuliner makassar ini, jadi pantangan untuknya "saya tidak pernah makan coto, soalnya kan dari bahannya dari daging sapi. Adat di India,kami sangat menghargai Sapi karena sapi memberikan susu(kehidupan). Tetapi,Makassar aman buat orang asing sambung lelaki yang beragama Hindu ini.(*)
*)Tulisan ini pernah dipublikasikan Pada Harian Fajar
Ilham
Tamalanrea
Awan tampak mendung,gemiris turun, tapi tak begitu lama. Tiga orang datang di kedai kopi Phoenam, Bumi Tamalanrea Permai (BTP).
Penulis telah mengatur jadwal pada pukul 14.00 wita untuk bertemu (4 Maret 2014).Para dokter muda tersebut berasal dari Malaysia. Mereka pelajar yang menempuh pendidikan kedokteran di Unhas.
Kami berkenalan, lalu saling mempersilakan duduk.
Perbincangan kami bungkus dengan santai. Memesan teh, dan Jus untuk membuat suasana lebih nyaman ketika berbincang.
Vishnu Raj, Cantru, dan Vijayankumaran. lelaki asal negeri Jiran tetapi berdarah India. Memang mereka berkebangsaan Malaysia karena lahir besar di sana.Tetapi, secara genetik orang tuanya berasal dari India, dan menetap di Malaysia.
"kakek kami dari tamil. Sebuah suku di India yang menurut cerita orang tua kami, mulai berpindah ke Malaysia sejak tahun 1947" ungkap Vishnu.
ketiganya adalah para dokter muda. Sejak tahun 2008, bersama 58 mahasiswa asal Malaysia lainnya mulai menempuh pendidikan di Unhas.
Cantru dan Vijayankuaran, kami mengobrol sebentar saja. yah, hanya sekadar berkenalan saja. keduanya, telah menyelesaikan pendidikan di Unhas dan sekarang menyandang gelar dokter. Rencananya akan kembali ke Negara asalnya "Malaysia" untuk mengabdikan diri.
Karena punya kesibukan lain. sehingga, keduanya cepat pamit untuk menyelesaikan urusan sebelum pulang ke Malaysia. Maka, penulis banyak berbincang dengan Vishnu.
Vishnu namanya, masih menjalani koas (dokter muda) di salah satu rumah sakit. Tinggi sekitar 175 cm, kulit sedikit gelap, dan bercambang tipis pada pipinya.Berbincang dengannya pun tak terkendala dengan faktor bahasa. Dia sangat fasih berbahasa Indonesia. "bagaimana tidak, sudah 5 tahun mi lebih berada di sini?" dengan menirukan sedikit dialek Makassar.
Mulai membuka pembicaraan tentang ketertarikannya dengan pendidikan kedokteran di Indonesia. "Pendidikan dokter di Indonesia lebih mudah di jangkau dari segi biaya. Apalagi,kuliah dengan biaya sendiri" ungkapnya.Dari segi Kesehatan pun antara Indonesia, Malaysia,India, mempunyai kemiripan.Misalkan dari postur tubuh, konsumsi makanan. Makanya, kalau di Tinjau dari segi Medis sama-sama saja. lagian juga dokter itu kan umum." dia menambahkan.
Bukan hanya itu, motivasi untuk menjadi dokter pun dilatarbelakangi dari kondisi orang tua "Sejak umur sepuluh tahun ibu sudah menderita penyakit ginjal, makanya harus cuci darah. Dokter telah jadi cita-cita sejak kecil dan Sehingga, termotivasi untuk jadi dokter. Pekerjaan ini kan mulia, bisa membantu orang lain yang memiliki kondisi seperti Ibu saya" ujarnya.
Dia juga cukup terbuka, apalagi Saat ditanyai soal dirinya. Dia bersemangat untuk melanjutkan kisahnya "Sebelum lanjut pendidikan di perguruan tinggi, harus mengikuti pendidikan persediaan masuk perguruan tinggi selama satu tahun".
"Makanya kami banyak yang berumur" kata lelaki kelahiran tahun 1988 ini.Kami juga tetap ikut ospek dan juga aktif, serta terlibat di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Fakultas Kedokteran.
Namun, keterlibatan itu harus dibatasi. Mengingat tujuan kami di sini untuk fokus pada Akademik.Kesibukan dan jadwal perkuliahan sangat padat membuatnya terbatas untuk aktif lebih lama.
Sebelum kuliah di Indonesia pun mereka harus menandatangi perjanjian dengan Pemerintah Malaysia untuk tidak terlibat dalam "aktivitas politik, tidak dibolehkan bekerja selain kuliah".
Makanya, saat aktif di BEM dan aktivitas kami terbatas."Sama ketika diajak untuk terlibat dalam aksi solidaritas "dr.Ayu" Kami tidak bisa terlibat walaupun sama-sama berprofesi sebagai dokter. Tetapi, kegiatan itu di anggap aktivitas politik dan tidak boleh kami campuri" ujarnya.Tugas kami adalah belajar dan pulang akan mengabdi ke negara asal kami.
Pengalaman lain membuatnya berkesan"saat tahun 2009 saya kan naik vespa ke kampus, tiba-tiba mogok. Tapi,datang beberapa orang menolong.Mereka dari komunitas vespa, dan itu tidak bisa saya lupa". kenangnya
Namun, selama di Makassar makanan harus diseleksi.Misalkan coto makanan khas kuliner makassar ini, jadi pantangan untuknya "saya tidak pernah makan coto, soalnya kan dari bahannya dari daging sapi. Adat di India,kami sangat menghargai Sapi karena sapi memberikan susu(kehidupan). Tetapi,Makassar aman buat orang asing sambung lelaki yang beragama Hindu ini.(*)
*)Tulisan ini pernah dipublikasikan Pada Harian Fajar
Komentar
Posting Komentar