Kebersamaan, dan semangat gotong royong diperlihatkan oleh
warga polongbangkeng. Rasa persaudaraan itu di perlihatkan saat mempersiapkan pesta Panen Raya atas
kesyukuran pada Tuhan bisa memanen hasil pertanian mereka 30 Maret 2014.
Rakyat Polongbangkeng Utara umumnya adalah para petani, menggarap sawah yang untuk
ditanami padi, buah-buahan, dan sayur-sayuran sebagai mata pencaraian pokok.
Mari melihat seperti apa persiapan hajatan panen raya
mereka?
Barugaya merupakan salah satu dari
sembilan desa yang bergabung dalam Serikat Tani Polongbangkeng (STP). Di
antaranya Desa Komara, Timbuseng, Lassang Barat, Toata, Kampung Beru,
Massamaturu, Balangtananyya, Balla Parang. Untuk mengunjungi desa tersebut,
dari Makassar kita akan menuju arah Takalar. Dekat perbatasan Gowa-Takalar,
cukup berbelok kiri, memasuki Gerbang Pabrik Gula PT. Perkebunan Nusantara
(PTPN) XIV Takalar. Cukup 30 menit saja waktu tempuh untuk sampai ke sana.
Selama
perjalanan, kita akan melihat di samping jalan hamparan tebu setinggi dua meter
berjejeran. Namun, saat melewati desa Timbuseng hamparan tebu tak lagi
terlihat, kini hamparan padi menguning.
Ramah,
kesan pertama saat disambut warga di Barugaya. Barugaya adalah lokasi pesta
panen akan dirayakan. Salah seorang
warga mempersilahkan saya duduk dikursi plastik. Dg.Imba (33 thn) sang pemilik
rumah. Dia adalah seorang pemuda dan juga ketua STP Barugaya.
Di kolom
rumahnya terdapat bale-bale bambu tepat dekat saya duduk. Di bale itu, lima
orang sudah berkumpul. mereka adalah ibu-ibu yang sedang mempersiapkan segala
kebutuhan pesta panen Minggu, 30 Maret 2014. Ada juga ibu-ibu yang baru datang,
mereka membawa bingkisan yang dibungkus sarung. Isinya adalah bahan pokok untuk
lemang beras ketam. "beras ketam biasanya ada dua warna hitam dan putih
dan Besok pi ini baru di bakar saat panen raya" ungkap ibu yag duduk di
samping dg. Imba.
Potongan bulo perring (bambu)
dengan panjang 40 cm berjejer rapi merapat ke dinding. " ini baru sekitar
70 bulo untuk lammang, masih di potong bulonya yang lain" ungkap dg. Imba.
dan para ibu-ibu, sibuk memasukkan daun pisang ke dalam bambu sebagai lapis
dalam, lalu memasukkan beras ketam ke dalamnya.
kalau ibu-ibu warga desa barugaya
mempersiapkan makanan untuk hidangan besok. Berbeda halnya untuk anak-anak
mereka. Ada yang berlatihan teaterikal, ada juga yang berlatih puisi berantai
yang diambil dari kumpulan “aku ingin jadi peluru” karya salah satu penyair Widji
Tukul yang tinggal nama hilang di masa orde baru .
Anak-anak
petani polongbangkeng, sehabis pulang sekolah biasanya mereka sudah berkumpul,
sekitar pukul 15.00 wita. Mereka menamakan diri sebagai Komunitas Anak Tani,
anggotanya pun bukan hanya dari desa barugaya. Tetapi, anak Petani
Polongbangkeng, atau anak yang orang tuanya bergabung dalam Serikat Tani
Polongbangkeng (STP).
Para
laki-laki pun, tidak mau ketinggalan ambil bagian. Yah, perannya pun cukup
berbeda, memotong bambu untuk lemmang, dan juga menyiapkan lokasi pesta panen
dengan mendirikan tenda-tenda tempat berteduh.
Saya ikut
bersama laki-laki warga barugaya, menuju lokasi panen raya. Di lokasi tersebut,
ada sekitar puluhan warga sudah berada dilokasi. Teriknya matahari tak
menyurutkan semangat mereka, untuk mendirikan tiang-tiang tenda.
Tenda
selesai dipasang, kami duduk melingkar. Dg. Makkio, umurnya kira-kira 50 tahun,
tubuhnya kecil, dia orang paling aktif bercerita. Di tangannya ada alat musik
gambus. Dia mulai memainkan lirik dengan bahasa Makassar "kalau tidak ada
mahasiswa, tidak begini jadinya. Liatmi kalau ada mahasiswa bisa mi ki lagi
ambil tanah ta. dan bisa mi panen. ini
mi dibilang bakar semangat kebersamaan dan berjuang". Kesenian gambus ini
juga akan direncanakan mengisi acara panen raya besok, bukan hanya gambus saja
tetapi kesenian rakyat lainnya seperti pakkacapi, pakganrang (pemain gendang
Makassar) juga turut meraimaikan acara bakar seribu lammang dalam panen raya
Minggu, 30 Maret 2014. (*)
*)Catatan ini pernah dipublikasikan oleh fajar
Ilham Wasi
Barugaya
Komentar
Posting Komentar