Langsung ke konten utama

Guru Sukarela yang Mengabdi tanpa Gaji

Tugas guru cukup mulia. Patutnya kita menghargainya jasanya. 

ILHAM WASI
Kabupaten Mamuju


SEMANGAT BELAJAR. Siswa di SD Kasso kelas jauh SD Rantedango Desa Sondoang Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju, Selasa, 14 Maret. 

Kelas jauh SD Rantedango Desa Sondoang Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju masih ada. Bukan hanya di Dusun Batambarana, tapi salah satunya yakni SDK Kasso di Dusun Kasso Desa Sondoang. Keduanya berjauhan. Kelas-kelasnya tempat belajarnya dari gubuk.

Nah, ke Dusun Kasso warga akan menunjukan jalan ke seberang jalan melewati jembatan gantung. Di situlah dusun Kasso

Saat bertanya letak sekolah, salah satu warga Rido menunjuk. "Di atas," ujarnya kemudian menunjukan arah. 

SDK Kasso berada di antara kebun kakao dan jagung.  Jalannya cukup mendaki. Waktu itu sudah pukul 10.00 wita, sebagian siswa sudah pulang. Akan tetapi, kelas III/IV dan V masih belajar. 

SDK Kasso masih termasuk kelas jauh SD Rantedango. Ada empat ruangan di kelas itu, dengan dinding ayaman bambu, atap pun masih nipa. Di depan kelas bendera merah-putih meski sudah mulai pudar tetap berkibar.

Seorang siswa menghampiri saya. Kemudian melapor kegurunya. Gurunya pun menerima saya di ruangnya. 

Namanya Simirna usia sudah 50 tahun. Saya disilahkan duduk. Di ruang guru hanya ada satu meja dan dua kursi. Ada lemari berada di sudut. 

Sekat ruangan masih dari ayaman bambu. Ruangan guru berada di tengah. Diantara kelas tiga-empat dan kelas dua. Di balik celah-celah ayaman bambu, siswa tetap fokus belajar.

Di kelas itu, lantainya masih tanah. "Yah, beginilah gedungnya, " ucapnya lirih.

Jikalau hujan, aktivitas belajar dihentikan. Alasannya atap bocor membuat siswa tak nyaman belajar. Pilihannya belajar di rumahnya.
"Biasa anak-anak saya kasih sekolah di rumah kalau hujan, karena takut roboh. Rumah saya di bawah," ujarnya. 

Dia banyak bercerita soal kesehariannya mengajar. Simirna bilang bila hari itu, Selasa, 14 Maret, guru yang masuk ada Varnawati. Pelajarannya sudah selesai, makanya pulang lebih awal.

Meskipun sekolah induk SD Rantedango punya gedung yang layak, tapi pertimbangan jarak dan keamanan siswa maka dibuatlah kelas jauh. Orang tua siswa biasanya takut bila anak menyeberang sungai. 

"Itu dulu anak-anak to, karena belum ada jembatan gantung. Tidak mampu menyeberang ke sebelah, karena biasa besar sungai. Biasa satu Minggu tidak sekolah, kalau tidak bisa menyeberang. Sekarang sudah ada jembatan, itu pun baru tiga tahun," ujarnya.

Namun sekolah terlanjur didirikan sejak lima tahun lalu, siswa merasa nyaman ke sekolah sebab lebih dekat. "Ada lima kelas di sini, kelas satu hingga kelas lima. Dan anak-anak punya semangat," tuturnya.

Saat itu Dia mengajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Simirna mengaku hanya tenaga sukarela, sebab tak terdaftar di sekolah induk. 

"Tidak terdaftar saya, biasa saya ganti anakku. Anak saya yang terdaftar, namanya Almi. Dia saya ganti. Biasanya anak saya mengabdi di kelurahan. Saya juga tak mau kalau anak-anak tidak belajar," ungkap alumni PGRI ini.

Meskipun tak terdaftar, Simirna setia mengajar tiap harinya. Kata Simirna ada empat guru yang terdaftar di sekolah itu, ada Almi anaknya, dan ketiga guru lainnya Nikson, Varnawati, Hastarti. Mereka pun berbagi mata pelajaran.

Simirna mengaku sudah mengabdi lima tahun lalu sejak sekolah itu di buka. Kesibukan lainnya, mengajar di taman kanak-kanak di Kasso

"Kalau soal gaji?," tanyaku. Dia menjawab murni sukarela. "Yah, tidak ada dari sukarela saja. Yah di TK juga sukarela. Kalau di TK sudah lama mengabdi 20 tahun mi. Dan kalau di sini 5 tahun," ujarnya.

Namun anaknya Almi yang terdaftar sebagai tenaga honorerlah yang menerima gaji. Gajinya hanya ratusan ribu rupiah. 

"Itu pun tidak lancar juga. Tiga bulan baru diterima baru terima Rp200 ribu, kalau saya murni mengabdi saja. Saya kasian sama anak-anak, kalau tidak lancar mata pelajarannya. Dan mereka ini anak kita juga, saya tidak rela kalau tidak lancar pelajarannya," tuturnya.

Bila tak mengajar pada Rabu dan Jumat, Simirna memilih berkebun kakao. Dari hasil kakao itu bisa mencukupi kehidupan keluarganya. Itu hanya pas-pasan.

Dia pun ke ruang sebelah melanjutkan pelajarannya. Siswa yang diajarnya gabung antar kelas tiga dan empat. "Tidak cukup ruangannya, makanya digabung. Dan nanti kata pengawas  sisa kelas satu dan dua sini. Bila sudah naik kelas tiga sudah bisa sekolah di induk," ujarnya.

Siswa tetap bersemangat. Simirna pun memperlihatkan kelihaan siswa didiknya. Diajaknya bernyanyi bersama. Siswa pun kompak bernyanyi "Ibu Kita Kartini". 

Dia juga sempat mengajak siswa naik ke depan, menghafalkan nama-nama provinsi di Indonesia dan hari-hari nasional. Siswa memulai menyebut hari nasional. "1 Januari, tahun baru Masehi, 25 Januari Hari gizi dan kesehatan, 8 Maret hari perempuan, 11 Maret Hari Supersemar, 21 April Hari Kartini,...," begitulah Arjun melafalkan. Anak-anak Kasso memang punya keinginan besar. Mereka punya cita-cita. 

Saya sempat mengunjungi sekolah induknya SD Rantedango. Begitu tiba di SD saya disambut kepala sekolah, Jamaluddin. "Dari mana, ada identitas?," tanyanya. 

Usai berkenalan. Dia mengizinkan masuk ke ruangannya. Dia membenarkan bila kelas jauh ada dua di Kasso dan Batambarana. 

"Tapi sesungguhnya sudah tidak ada kelas jauh. Tapi mengingat kondisi geografis kita di sini, sehingga ada kebijakan ke dalam. Tapi laporannya tetap satu. Dan mereka jauh, karena harus jalan kaki ke sini. Kita ambil inisiatif agar anak-anak tetap sekolah," ujarnya.

Begitu pun keputusannya ke Kasso, sebab melewati sungai, sehingga dibuatlah kelas jauh. "Apalagi kalau anak-anak kelas satu. Masih enam tahunan, masih sangat rentan untuk menyeberang. Dan nanti hanya kelas satu dua tiga di sana," ungkapnya. 

Dia juga bercerita bila di sekolahnya masih kekurangan guru PNS idealnya sembilan guru, namun hanya ada dua PNS. "Saya dan satu gurunya. Itulah, dan rata-rata masih guru masih sangat kurang," ujarnya.

Ada 174 siswa yang tercatat, ruang belajar pun terbatas. Idealnya sembilan ruangan, sekolah itu butuh tiga ruangan lagi. Kebutuhannya untuk ruangan kantor, perpustakaan juga satu ruang kelas. "Kita masih kekurangan tiga ruang," ujarnya. 

Soal honor guru dirinya mengaku sekolah cukup terbatas. Kebijakannya kelas jauh untuk pelaporan ditanganinya satu guru. "Tapi kebijakannya dia ambil lagi tenaga. Kami kategorinya hanya satu yang kita tahu, satu dalam laporan. Banyak sukarela dan kita sesuaikan juga. Kita sebenarnya dilema sekali," ungkapnya. Meskipun demikian, kebijakan pemerintah tetap ditunggu agar berpihak pada kelas-kelas jauh. (.)  


terbit di FAJAR, 20 Maret 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Musik Tradisi "Passayang-sayang" dari Mandar

MUSIK TRADISI. Pemain Pasayang- sayang  diacara peresmian Pusat Kajian Kebudayaan di Universitas Sulawesi Barat, Rabu 29 April. Musik tradisi ini telah tercatat sebagai warisan budaya tak benda di Indonesia . Tahan Tuturkan Kisah "Siamasei" Berjam-jam   Musik tradisional passayang-sayang dimainkan sebagai hiburan rakyat. Berisi ungkapan hati dan pemain passayang-sayang ini pun miliki cara agar penonton tahan berjam-jam lamanya. ILHAM WASI Majene Ketika gitar dipetik, melodi mengalir merdu. Petikan melodi Dahlan pun membui penonton. Irama melodi dipadukan dengan gitar bas yang dimainkan Abd Hamid. Giliran Zakaria dan Sinar melantunkan lirik lagu passayang-payang bergantian. Keduanya, masyarakat Mandar menyebutnya sebagai pakelong (penyanyi).  Mereka semua masih dalam satu grup musik tradisional dari Tiga Ria Tinambun yang berasal di Kecamatan Tinambung Polman. Tugas mereka sebagai orang-orang pelestari seni musik tradisional passayang- sayang  Ma

Kisah di Balik Nama Pasangkayu, dari Tutur Suku Kaili: Vova Sanggayu

Pemkab Mamuju Utara sedang mengupayakan perubahan nama menjadi Kabupaten Pasangkayu. Lalu, dari mana asal nama itu? ILHAM WASI Pasangkayu diyakini sebagai tempat pohon Vova Sanggayu/ist IBU kota Mamuju Utara (Matra) adalah Pasangkayu. Itulah yang diusulkan menjadi nama kabupaten. Agar ada yang khas, tidak lagi dianggap mirip dengan Mamuju, ibu kota provinsi Sulawesi Barat. Nama Pasangkayu punya kisah. Konon diambil dari nama sebuah pohon besar. Cerita yang sudah melegenda. Penulis buku Tapak-tapak Perjuangan Berdirinya Mamuju Utara , Bustan Basir Maras menjelaskan, selama dirinya melakukan risetnya, memang muncul beberapa versi. Namun, dia menemukan bila setidaknya 70 persen tokoh masyarakat di Matra mengakui Pasangkayu berasal dari kata “Vova” dan “Sanggayu”. Masyarakat meyakini pohonnya tumbuh   di Tanjung Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu, Matra. “Masih tampak kok bakau-bakaunya di sana. Tetapi vova sanggayu sudah tidak ada,” paparnya, Kamis, 23 Maret. Vova

Jejak Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir (1)

Makam Imam Lapeo, di Mandar    Imam Lapeo, KH Muhammad Thahir Tak Pernah Putus dari Peziarah Di masjid Imam Lapeo atau dikenal masjid Nurut Taubah Lapeo. Letak masjidnya berada di Desa Lapeo Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Tak sulit mendapati masjid itu sebab berada di pinggir jalan Poros Polman-Majene, Sulbar. ILHAM WASI Campalagian Usai salat Dhuhur di masjid Imam Lapeo, Rabu 17 Juni. Saya tak langsung pulang, sebab ingin tahu banyak soal masjid tertua di tanah Mandar ini. Di Lapeo ini juga telah ditetapkan kawasan wisata religi. Empat orang sedang melingkar. Saya menyapanya, mereka para pengurus masjid imam Lapeo. Saat ditanyai soal kisah Imam Lapeo, seorang menunjuk papan informasi letaknya di sebelah kanan saf paling depan.  "Kisah Imam Lapeo ada di sana." kata salah satu pengurus Sumardin Kama menunjukkannya pada saya. Di situlah berisi riwayat singkat perjalanan hidup KH Muhammad Thahir Imam Lapeo (1839- 1952). "Sengaja pen