Pertanyaan itu
kembali diperdengarkan, cukup sederhana pertanyaannya. Kau di sastra Indonesia
nanti jadi apa?, pertanyaan ini membuat bingun untuk di jawab. Setelah ini ke
mana?. Sastra Indonesia apa jadi guru bahasa Indonesia, pengawai Bank, Pengawai
Negeri Sipil, atau apa?. Saya sulit untuk menjawab pertanyaan sederhana itu.
setelah ini ke mana?. Memang benar bahwa menempuh dunia pendidikan pengetahuan
Sastra terus di pandang sempit hanya sebatas ke mana? Kerja lalu menghasilkan
uang. Untuk menggantikan biaya orang tua selama perkuliahan, menabung untuk
kebutuhan jika berkeluarga kelak, menyekolahkan anak, memilih sekolah ternama,
serta universitas ternama di Indonesia. Kerja, Hidup sentosa untuk jaminan masa
depan. Atau bahkan jika menemui jalan buntu. Tak tau ke mana?
Memang perlu di
pahami untuk keperluan dunia Kapitalisme, adalah mereka yang memiliki
keterampilan professional yang mampu bertahan dan menjaga keberlangsungan kapital.
Seperti menjaga mesin-mesin, bekerja siang malam seperti robot-robot. Keterampilan
yang dimaksudkkan memahami perhitungan uang dengan sempurna, menguasai dunia
perbankan, menjadi tenaga ahli menciptakan mesin-mesin, pabrik-pabrik. Tanpa kita
pahami apakah yang semua telah diciptakan diperlukan untuk kesejahteraan umat
manusia? Mengeruk sumber daya alam hanya untuk kepentingan segelintir orang
saja.
Padahal masih
banyak petani yang harus kehilangan sawah dan ladang, Nelayan yang kehilangan
mata pencarian di laut karena dijadikan sebagai tempat hunian-hunian berbintang
di pinggir laut. Supaya mereka dapat menikmati pemandangan hamparan laut. Tanpa
menyadari ada yang tergusur dan tak tau mencari nafkah hidup dan keluarganya.
Saya pun belum
menjawab pertanyaan singkat itu, ke mana?. Tanyakan pada negeri ini apa jadinya
jika manusia diciptakan seperti mesin-mesin? Hanya untuk kepentingan kapital saja.
Bagaimana mungkin mereka bisa menikmati hidup kalau makan juga susah. Bagaimana
mereka bisa bekerja dengan baik kalau mereka tidak punya alat produksi atau
lahan yang bisa dia garap, semua habis untuk keperluan industri, dan bagaimana
mungkin mereka bisa sekolah jika pendidikan mahal?. Yang menikmati kehidupan
ini pasti yang para mereka yang punya modal besar. Maka, ku putuskan untuk tak
jadi apa-apa selain menperjuangkan nasib sesama. Karena sastra mengajari saya hidup.
Makassar, 2 Januari 2011
ilosastra@yahoo.co.id
Komentar
Posting Komentar